Ngapain Gabung di IIP?


Menjadi seorang ibu [katanya] adalah anugerah terindah yang pernah dialami oleh seorang perempuan. Nyatanya, kalau sudah menghadapi baby blues, rumah yang berantakan tak habis-habis karena polah anak balita, rasanya kalimat itu berasa kabar burung saja. Tak nyata.


Ketika saya mendengar tentang Ibu Septi dan komunitas yang beliau buat, Institut Ibu Profesional, rasanya kok kayak langit dan bumi, ya? Seperti menjadi dewi, gitu. Nggak banget kayaknya untuk saya yang cenderung koboi dalam mendidik anak. Anak mau main comberan ya biarin aja, mau main pasir ya, diliatin aja, mau main hujan, ya dikasih aja. Selama nggak mengancam nyawa, saya dan suami anteng-anteng aja melihat kelakuan si kecil.

Lalu kenapa akhirnya nekat gabung?
Simple.
We need direction. We need a set of example. 
Karena kami merasa bahwa anak butuh contoh yang baik. Toh, kayaknya nggak ada ruginya kalau gabung juga. Kalau capek ya tinggal hengkang. Kayaknya nggak diomelin juga sama bu Septi. Hehe.
Lha wong kenal juga ndak, mosok iya mo diomeli?

Jadilah saya resmi mendaftar di komunitas Institut Ibu Profesional sekitar bulan Januari 2016. Awal daftar itu rasanya saya durjana sendirian. Emak yang gak bener, lah. Bangun pagi aja malas, kok ujug-ujug mau jadi "ibu profesional"? rasanya berat bener.  Hahaha.

Tapi ya, namanya juga usaha kan, ya? Minimal Allah mencatat usaha saya untuk memperbaiki diri dan berniat untuk menjadi ibu yang baik, yang bisa melayani suami dan menjaga keutuhan rumah tangga dengan baik. Tsaaaah *kibasjilbab

Setelah gabung IIP, apa yang terjadi?
Saya mengalami gegar budaya, buibu. Hahahaha..
Yang tadinya cuek dengan visi misi keluarga, makanan apalah juga ya itu?... sekarang kerjaannya diskusiii mulu sama suami. Bertanya dan merancang, mau dibawa kemana keluarga kecil kami ini?

Belum lagi dengan NHW, alias Nice Homework yang namanya doang yang nice, tapi ngerjainnya amit-amit ribetnya. Bukan karena nulisnya, sih. Tapi untuk menyeleraskan antara konsep dan kenyataan. Itu susahnya minta ampun. Belum lagi dengan insiden ketiduran sebelum tugas dikirimkan setiap harinya, sebelum pukul 12 malam. Macam mamak kurang kerjaan aja harus bikin bikin tugas sebelum bobok kan, ya?

No pain, No Gain

Tapi atas nama perubahan dan kehidupan kami yang lebih baik, ya, mamak kerjakan juga lah. Tapi yang namanya manusia ya nggak lewat dari alpa. Kadang jauh panggang dari api, kadang api mendekati panggang (apalah, haee..) alhamdulillah, pernah juga lah mamak koboi ini menyandang status Outstanding karena berhasil mengerjakan tugas selama 17 hari berturut-turut (Cih, gitu aja bangga.. haha)

Dengan dukungan secara tidak langsung juga di IIP, akhirnya pula saya berani untuk mengakhiri karir mengajar di sekolah dengan damai, tanpa drama. Eits, bukan berarti saya sudah lebih baik dari rekan-rekan saya yang masih mengajar di luar sana lo, ya. Nggak sama sekali. Karena kondisi di keluarga kami akan lebih baik jika saya di rumah, maka kami mengambil keputusan tersebut.

Kalau Asaboy sudah besar dan bisa ditinggal mandiri di rumah, insyaallah nanti saya akan kembali lagi berkarya di ranah publik. Tapi untuk sekarang ini, saya lebih dibutuhkan di rumah.

Okey, balik lagi ke IIP. Kenapa saya bilang tanpa drama? Karena sekarang justru kehidupan saya jauh lebih teratur dibanding ketika saya masih bekerja dulu. Saya punya jadwal harian, kapan bangun, kapan istirahat, dan kapan ngejar proyek bekerja dari rumah. Semua terorganisir dan terstruktur, dengan tetap menempatkan kebutuhan Asaboy dan suami di posisi utama.

Dari diskusi-diskusi santai namun berbobot kami juga, saya kayak pacaran lagi sama suami. Jadi menanti-nanti dia pulang kantor, meninabobokan Asaboy, lalu kami bisa duduk bersama sambil nge-teh lagi di ruang tamu sambil ngobrol tentang apa saja. Mulai dari obrolan receh soal kantornya, tingkah Asaboy seharian, sampai harga beras yang naik (ini mah sekalian minta naik jatah belanja..haha) Tanpa terasa, hubungan kami pun semakin membaik, jauh lebih baik dari sebelumnya.

Hasilnya?

So far, kehidupan kami berjalan baik, jauh lebih baik, bahkan. Suami semakin bahagia, ya kan pi? ya kan? (mekso) karena katanya ia bisa bekerja dengan lebih tenang di kantor, mengetahui anaknya dijaga sama ibunya di rumah. Anak juga semakin hepi karena ada emaknya. Walaupuuuuunnnnn... kata orang-orang mah, anak saya manja. Keun bae. Lha wong manja juga sama emaknya, bukan sama orang lain.

Sampai sekarang, kalau saya jemput sepulang sekolah, Asaboy hampir selalu berlari sambil merentangkan tangannya dan berteriak "Mamiiii... " kemudian memeluk saya. Sampai kata salah satu teman macan ternak (emak cantik anter anak), "Asaboy kayak nggak ketemu berbulan-bulan sama emaknya, drama banget ye, padahal dijemput setiap hari juga" Hahaha..

But you know what? I'm enjoying that. I literally enjoying those moments when he randomly kisses me on public, or even saying "Good morning Mami" everytime he wakes up in the morning. 
I do enjoying it. 

Lalu, nikmat Tuhan manakah yang Kau dustakan?

Mau drama? Yaelah, 2018 pake drama. Naga terbang kali...

Jadi, ngapain gabung di IIP?





Comments