Belajar Bertanggung Jawab


belajar bertanggung jawab

Disclaimer:
Perhatian. Post kali ini terindikasi sindrom anak sendiri. :D

Hari ini Asaboy libur karena ikut saya ke sekolah. Pulang dari sana, kami mampir di sebuah mal dekat rumah untuk mencari buku referensi tulisan. Ya, sambil cuci mata juga sih *emaknyamodus*


Kami pergi dengan salah satu sahabat saya. Dari sekolah, kami naik mobil angkutan online. Turun dari mobil, ketika akan memasuki lobi, ada sebuah sampah plastik yang terbang ke sana ke mari, tertiup angin.

Asaboy mendekati sampah tersebut dan memungutnya.

"Kak, Asaboy mo ngapain, tuh?" kata sahabat saya.
"Entah. Kita lihat aja dia mau ngapain" jawab saya sambil memperhatikan langkah Asaboy selanjutnya.

You know what? He took the plastic bag, brought it along the way down to the nearest garbage bin he could find, and put the plastic bag inside the bin. 

Sahabat saya kaget dan bilang, "Yah, kenapa nggak difoto, kak? Ih, sayang banget tuh momennya"

Well, sampai saat saya menulis ini, momen demi momen, langkah demi langkah Asaboy ketika mengambil, membawa dan membuang sampah plastik tersebut masih terekam jelas di kepala saya.

Perasaan berbunga-bunga yang saya rasakan ketika melihat aksi si kecil siang tadi, masih sama mekarnya ketika saya menulis tentang adegan tadi.
Let's say I am a total norak dan kena sindrom anak sendiri.
Tapi ya hellooow.. siapa yang nggak senang kalau anak punya inisiatif untuk membuang sampah?

Paling tidak, saya tahu bahwa anak saya punya hati yang cukup besar untuk mengambil sampah milik orang lain, di tempat umum, dan dengan rela membuangnya, tanpa perlu saya instruksikan. That's awesome enough.

Semoga kebiasaan ini akan dia bawa di mana pun ia berada. Amin ya, nak..

Lucunya, setelah aksinya tadi siang, ia terlihat santai saja melenggang dan nggak menganggap bahwa apa yang ia lakukan tadi adalah sebuah hal yang patut dibanggakan. Ya, ia cuek aja menggandeng tangan saya dan melangkah masuk ke dalam mal.

Setelah makan siang, kami pergi ke toko buku di lantai 2. Ketika kami sedang melihat-lihat buku yang terpajang di rak, Asaboy menyenggol tumpukan buku yang terhampar di atas meja display. Buku yang ia jatuhkan adalah tumpukan "Supernova: Intelegensi Embun Pagi". Saat itu saya berdiri agak jauh dari Asaboy. Melihat kejadian itu, saya menghampirinya dan berdiri di samping meja. I did nothing. Saya menunggu reaksi Asaboy. Apakah ia akan menangis, atau cuek saja melihat buku-buku yang berserakan di lantai.

You know what he did?

Ia berjongkok, memunguti buku-buku yang berserakan kemudian meletakkannya satu demi satu ke atas meja. Selain itu, ia pun menumpuknya dengan seksama, sehingga tumpukannya rapi dan berada dalam satu garis vertikal.

Saya pun segera turun tangan dan membantunya merapikan buku-buku tersebut. Sambil mengembalikan buku ke tempatnya, ia bilang ke saya,
"Mas rapihin lagi ya bukunya, mi. Mas kan tanggung jawab".

Kalau di komik-komik, yah.. Kayaknya saat itu ada embun sejuk yang mengalir ke seluruh tubuh saya. Bok... anak gue dah ngerti tanggung jawab!

Setelah selesai membeli buku, kami duduk bersantai sambil menunggu papoy datang menjemput. Asaboy haus, lalu mengambil tempat minum dari dalam tas saya. Waktu dia sedang minum, ia menumpahkan air secara tidak sengaja.

Then he asked me, 
"Mi, ada tisu, nggak?"
"Buat apa?" pancing saya.
"Buat itu, tuh" katanya sambil menunjuk air yang tercecer di lantai mal yang mengkilap.
Saya keluarkan tisu dari dalam tas dan menyerahkannya ke tangan Asaboy.
Dia cuek aja, ngepel lantai mal dengan tisu di tangannya. Saya yang merasa kasihan, ikut membantunya.
Jadi tadi kami berdua ngepel lantai mal, pakai tisu. Seorang bocah lelaki dan ibunya ngepel lantai mal, pakai tisu. Pemandangan yang cukup absurd sih, mungkin. Hehe.

But, who cares anyway? Selama anak saya paham apa itu arti sebuah tanggung jawab, buat saya, itu cukup. Sayangnya, saya merusak adegan mesra ngepel berdua itu.

Air yang tumpah lumayan banyak, sehingga membuat tisu lepek dan bisa diperas airnya. Untungnya di dekat lokasi air tumpah itu ada tong sampah. Waktu membuang tisu bekas ngepel lantai, ia dengan cueknya memeras tisu lepek tersebut.

Walaupun lantai mal nya mengkilat, ya tetap aja itu statusnya kan, lantai. Jadi saya tegur Asaboy untuk nggak peras itu tisu. Lalu ia ngambek.

Huaaa.. maapkan mamak kau yang benga ini, mas.. T_T

Tiga kejadian yang saya ceritakan di sini, semuanya adalah kejadian nyata dan disaksikan oleh sahabat saya tadi. Mohon maaf kalau saya terkesan terlalu membangga-banggakan anak sendiri. Ya, namanya juga anak sendiri ya, kan? Haha.


A post shared by Inne R.A. (@inne.ra) on

Poin penting yang saya dapat hari ini adalah, kita nggak pernah tahu apa yang tersimpan di dalam memori anak-anak kita. Yang bisa kita lakukan adalah memberikan input sebanyak-banyaknya, tanpa perlu terbebani dengan outputnya nanti. Saya juga percaya, bahwa Usaha tidak pernah mengkhianati hasil. Kadang mungkin kita merasa, kok anak-anak nggak dengerin kita? Kok anak-anak nggak nurut... tapi kadang, mereka cuma butuh kesempatan.

Hari ini, saya melted dengan kelakuan anak sendiri. Tabik!

p.s. Maaf juga kalau nggak ada bukti foto ataupun video, karena kami sibuk menikmati momen yang sebenarnya. :D

#Day7
#Tantangan10Hari
#Level7
#KuliahBunsayIIP
#BintangKeluarga






Photo by Alexander Dummer on Unsplash






Comments