Belajar Adalah HAK Setiap Anak

Asaboy menggambar sambil menunggu saya selesai mengajar

Menjadi guru selama lebih dari satu dekade, kasus anak bosan atau mogok sekolah sudah bukan kasus yang aneh. Malah belakangan semakin sering saya temui. Faktor penentunya memang banyak. Tapi yang paling besar adalah, orang tua. Kenapa saya bold? Ya karena memang itu faktor utamanya.


Saya memang nggak punya data empiris yang mengungkapkan secara lengkap relasi antara peran orang tua dan motivasi belajar anak. Eh, lucu juga sih sebenarnya kalau ini dijadikan PTK. Bolehlah, nanti. Sekarang saya lagi mau nulis aja tentang betapa ngenesnya motivasi belajar siswa saat ini.

Kenapa tadi saya bilang orang tua punya peranan penting di sini? Dari orang tua lah anak belajar untuk belajar. Bahasanya gimana, sih? Ya pokoknya, anak itu pertama kali belajar "cara belajar" dari orang tua.

Coba deh ingat-ingat, bagaimana orang tua kita dulu mengajarkan "cara belajar". Apakah kita tipikal anak yang perlu disuruh dulu, baru mau buka buku?
Atau yang dicuekin aja udah mau belajar sendiri?

Seingat saya dulu, saya termasuk anak yang beruntung. Nggak perlu disuruh, saya udah buka buku. Karena mama saya galak. Hahaha.
Seringkali abang dan adik saya dimarahi karena mereka nggak pernah kelihatan belajar. Oleh karena itu, saya belajar supaya nggak dimarahi. :D Motivasi yang sangat dangkal sekali, ya?

Untungnya sih, motivasi dangkal tersebut malah jadi kebiasaan. Awalnya memang terpaksa, untuk menghindari omelan mama. Tapi lama kelamaan, karena rasa "aman" semu tersebut, saya juga jadi "aman" kalau ulangan. Karena nyaman dengan keadaan tersebut, tanpa perlu disuruh, ya pulang sekolah atau kapan ada waktu kosong, buku jadi teman sejati saya.

Zaman saya kecil dulu kan belum ada internet (ketahuan angkatan berapa, nih :D), jadi saya suka banget nongkrong di perpustakaan kecil yang ada di ruang kepala sekolah. Karena kami tinggal di rumah dinas, saya kebagian tugas nyapu dan ngepel ruang kepala sekolah setiap pagi. Setelah tugas selesai, biasanya saya nongkrong, bacain buku-buku yang berjajar rapi di lemari bapak. Yang paling saya suka adalah ensiklopedia dan kamus. Makanya dulu ngarep banget dibeliin buku ensiklopedia anak yang iklannya, "mengapa begini, mengapa begitu?". Tapi nggak kesampaian sampai sekarang. hiks.

Waktu saya mengajar privat dan murid punya buku itu, saya girang banget! Sampai-sampai, setelah sesi belajar selesai, biasanya saya ajak murid privat saya baca buku itu bareng-bareng. Masa kecil kurang bahagia, memang. Untungnya, murid saya senang. Orang tuanya juga senang karena buku yang mereka belikan jadi dibaca. hihi.

Belajar adalah hak anak
Namun sebagai orang tua, kita suka lupa untuk mengajarkan hal tersebut ke anak kita. Ketika anak merasa terpaksa, maka mereka akan merasa bahwa itu adalah kewajiban. Saya nggak tahu nanti, tapi pertanyaan saya setiap hari ke Asaboy saat dia bangun tidur adalah,
Mas, hari ini mau sekolah atau libur?
Sampai hari ini kalau ditanya begitu, jawabnya selalu "sekolah, mami", sambil beranjak dengan segera dari tempat tidur. Nggak ada pemaksaan sama sekali. Kalau pun hari itu dia mau libur, maka akan dengan senang hati saya biarkan ia belajar di rumah.


Zaman sekarang, belajar itu bisa di mana saja, kapan saja dan dengan siapa saja. Kalaupun nanti Asaboy mau sekolah mandiri a.k.a home schooling, saya akan mendukung sepenuhnya. Karena ungkapan zaman dulu, "kalau nggak sekolah mau jadi apa" sudah nggak relevan untuk saat ini.

Zaman sudah berubah. Pola pengasuhan juga berubah.

Apa hubungannya dengan #myhappylistchallenge hari ini?

Saya senang karena Asaboy punya inisiatif dan curiosity yang cukup tinggi untuk mencari tahu dan belajar sendiri.

Posting instagram di atas adalah salah satu scene ketika Asaboy mengambil mainan stamp pad-nya sendiri dari lemari buku, membukanya dan stamping sendiri, tanpa saya suruh atau saya minta. Saya sendiri lagi leyeh-leyeh  di tempat tidur, merebahkan diri sejenak setelah masak dan bebenah. Hehe.

Semoga semangat belajar terus ya, le! Amin.

#day11
#myhappylistchallenge



Comments