Transformasi Diri Untuk Menjadi Lebih Baik

Hari ini, 22 September 2017, saya berkesempatan untuk mengisi materi "Jumat Hangat" di kelas Bunda Sayang, Institut Ibu Profesional Depok.



Kriteria untuk mengisi materi Jumat Hangat ini tidaklah berat, sifatnya pun sukarela. Semua peserta di kelas Bunda Sayang diperkenankan untuk menjadi pemateri secara bergantian. Ketika akhirnya saya menyatakan diri sanggup untuk mengisi materi hari Jumat ini, niat saya hanya ingin berbagi, tanpa ingin dipuji.



Saya percaya bahwa setiap orang mempunyai jatah perjuangan dan medan juangnya masing-masing. Walaupun kadang, kita merasa bahwa kitalah manusia yang paling menderita. Ketika menuliskan materi untuk Jumat Hangat ini, ingatan saya melayang kembali ke masa kecil saya.

Teringat satu masa ketika ayah pergi meninggalkan kami semua, perjuangan ibu untuk menghidupi kami bertiga, berjualan es mambo di depan gerbang sekolah, mengepel kelas dan ruang kantor sekolah tempat kami tinggal di rumah dinas, hingga masa di mana saya dan kakak saya hampir tertabrak mobil saat kakak menjemput saya sepulang sekolah.

Banyak. Sangat banyak hal yang membuat air mata saya mengalir deras hanya karena ingatan-ingatan itu berseliweran di hippocampus saya. Tapi kemudian saya segera tersenyum. Mengingat, semua itu sudah tinggal kenangan.

Semua kepahitan dan trauma di masa kecil itu tinggal kenangan yang sengaja saya simpan untuk menjadi pengingat siapa diri saya sebenarnya. Berangkat dari mana saya berasal, hingga saya tidak akan pernah lupa mensyukuri segala nikmat dari-Nya.


Image: www.prismaotm.com

Seorang suami yang baik, orang tua dan mertua yang sangat perhatian, hingga anak yang sangat menyayangi saya. Semua adalah rahmat dan karunia Allah SWT. Teman dan sahabat yang selalu mendukung saya, apapun profesi dan latar belakang mereka. Lalu, kenapa saya harus bersedih?

Memang, masa kecil saya tidaklah berisi kisah yang patut dibanggakan, bahkan penuh dengan air mata. Namun, apa saya harus berlarut-larut dalam my own childhood? Masa kecil kurang bahagia, lalu menghabiskan waktu meratapinya di masa dewasa saya?

Masa lalu saya boleh buruk, tetapi yang terpenting adalah bagaimana saya mengisi masa kini dan masa mendatang bersama anak dan suami.
Trauma boleh ada, tetapi yang terpenting adalah bagaimana saya menjadikannya pelajaran, agar tidak ada lagi anak perempuan yang mengalami hal yang sama.
Kesedihan boleh ada, tetapi yang terpenting adalah bagaimana agar kita tidak lupa bahagia.

Selalu bersyukur dan mengingat, bahwa semua terjadi atas kehendak Allah SWT.
Wallahu a'lam bish shawabi


#myhappylistchallenge
#Day1

Comments

  1. #myhappylistchallenge yg agak2 bikin mellow ����. Setuju mba, Masa lalu itu seperti kaca spion, ga apa2 diliat sesekali tapi yg utama ya harus liat kaca didepan supaya ga nubruk. Hehe. suka deh sama kalimat di akhir2 paragraf. Inspiring!.

    ReplyDelete
  2. Iya, mbak.. hehehe.. makasih banyaaak

    ReplyDelete

Post a Comment