Setelah 17 Hari...

ko.mu.ni.ka.si (n.)
pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami; hubungan; kontak

Communication
www.pexels.com

Setelah melalui GameLevel1 di kelas Bunda Sayang Institut Ibu Profesional selama 17 hari, rasanya saya masih jadi ibu yang biasa-biasa saja namun dengan "kesadaran baru". Lah, emang sebelumnya nggak sadar?
Iya, nggak sadar kalau anak meniru emaknya. 
Nggak sadar kalau membentak itu nggak efektif. 
Nggak sadar kalau mengancam itu akan jadi bumerang.
Nggak sadar kalau mengiming-imingi itu akan membuat anak jadi pamrih. 

Setelah 17 hari dan hari-hari setelahnya mencoba mempraktikkan dan menginternalisasi kebiasaan baru ini ke dalam pola komunikasi saya pribadi ke anak dan suami, saya makin sadar kalau saya kok ndableg bener. Oke, ini aib. Tapi saya harus mengakui bahwa memang saya nggak sabaran kalau menghadapi anak sendiri. Ini aneh. Kalau menghadapi "anak orang lain" bisa sabar, tapi kenapa ngadepin anak sendiri rasanya kok emosi bisa dol?

Mungkin, saya masih berpikir kalau anak sendiri ya "milik sendiri", padahal sebagaimana syair yang ditulis Kahlil Gibran, "Anakmu, bukanlah milikmu...", setiap anak mempunyai perasaan dan alam pikirannya sendiri. 

Tapi kenapa rasanya sangat sulit untuk bisa membangun model komunikasi yang produktif? Manusia adalah tempatnya lupa dan khilaf (asal jangan sering-sering), dan ya itu tadi.. karena merasa ah, anak sendiri ini, jadinya semena-mena lupa. Padahal, anak juga manusia. Kalau kita tanamkan kebaikan, maka akan tumbuh kebaikan.

Selama 17 hari ini saya belajar bagaimana memaksakan kehendak menyelaraskan keinginan dengan anak dan suami. Dari proses ini saya belajar bahwa seorang anak juga mempunyai kebutuhan emosional yang sama dengan orang dewasa. Mereka butuh dihargai, didengarkan pendapatnya dan merasa dipahami.

Selama 17 hari ini saya belajar bahwa komunikasi produktif adalah tentang bagaimana menggunakan dua telinga dan satu mulut sesuai dengan porsinya. Lebih banyak mendengar dan sedikit berbicara. Hal ini juga saya coba praktikkan saat berkomunikasi dengan semua orang, bukan hanya dengan anak, suami dan orang tua. Ternyata, saya lebih bisa mengambil banyak manfaat. Karena dengan lebih banyak mendengar, lawan bicara saya merasa dihargai dan mempunyai arti.

Walaupun proses belajar ini masih terus berlangsung sampai entah kapan nanti. Namun saya bersyukur, dengan adanya Game Level 1 ini, saya bisa belajar lebih banyak dan terus berusaha memperbaiki diri.

Semoga Allah meridhai semua usaha yang kami lakukan. Amin



Comments