Komunikasi Produktif Dengan Anak (Hari 11)

Ala bisa karena biasa
Sebuah pepatah lawas yang saya rasakan manfaatnya belakangan ini.
Berinteraksi setiap hari dengan anak usia balita tidaklah selalu berisi bunga dan pelangi. Terkadang, sebagai orang tua kita merasa "superior" hingga merasa bahwa kita selalu benar dan anak tidak tahu apa-apa.

Padahal, jika kita mau berpindah sisi sedikit saja ke sudut pandang anak-anak, semuanya terlihat sederhana. Kadang anak ngambek hanya karena hal sepele seperti hanya mau makan dengan telur yang digoreng urak arik, bukan diceplok biasa. Kalau emaknya baper, maka pasti langsung naik darah dan marah-marah sambil bilang "mau diceplok atau diaduk-aduk kan sama aja, dek.. sama-sama telur goreng!"
Masalahnya, si anak akan melihat dan mengingat kalau, ibunya telah meremehkan perasaannya dengan tidak mengindahkan permintaannya yang cukup spesifik.
Inti permasalahnnya hanya, miscommunication.

Jadi setelah 11 hari mempraktikkan ilmu komunikasi produktif di kelas Bunda Sayang IIP,  saya mulai terbiasa untuk menyelaraskan keinginan saya dan Asaboy demi perdamaian ibu dan anak. Suami bilang sih, saya dan si kecil memang frenemy. Berantem terus, padahal saling sayang.

Setelah 11 hari, si emak yang dulunya sering ngomel-ngomel nggak jelas ini, sekarang sudah mulai terbiasa untuk bertanya ke si bocah, "telurnya mau diaduk atau diceplok biasa?". "Mas mau mandi sendiri atau ditemenin mandi?" (alibi, padahal sih intinya sama-sama mandi sendiri.. haha)
dan beragam pertanyaan lainnya yang bersifat diplomatis tetapi bersifat win win solution.

pexels.com

Frekuensi teriak sudah semakin jauh berkurang, alhamdulillah, apa karena puasa juga jadi malas buang energi.. hehe.. tapi yang pasti, si anak terlihat lebih sayang sama emaknya... kalau ngambek nggak selama dulu dan jadi lebih gampang dibujuk.

Lagi-lagi, innamal a'malu bin niat.
Segala sesuatu tergantung niatnya, kan.
Niat saya belajar di kelas Bunda Sayang IIP supaya bisa lebih sabar menghadapi anak-anak, berusaha menjadi ibu yang lebih baik untuk anak-anak. Menjadi istri yang lebih baik di mata suami. Karena sejatinya, semua akan diminta pertanggungjawaban.
Lalu, bagaimana saya akan menjawab kepada Rabb tentang amanah anak yang dititipkan jika saya hanya mementingkan emosi sesaat? Innalillahi..

Semoga kita bisa sama-sama istiqamah ya, poy. Keep reminding me, keep teaching me. Amin

Comments