Balada Stik Es Krim

Sudah seminggu ini kami mencoba menerapkan sistem sekolah-rumah alias home schooling untukn #Asaboy. Setiap hari sebelum tidur, biasanya saya sudah mereka-reka besok mau buat kegiatan apa untuk si bocil yang aktif ini. Biasanya ia selalu terlihat senang, namun kemarin sepertinya sedang kurang bersemangat untuk eksplor mainan barunya.

Asaboy selalu terlibat dalam pembuatan mainan edukasinya. Walaupun itu sekedar hal kecil seperti menuangkan pewarna, menggunting maupun menempelkan perekat. Saya selalu mengusahakan agar anak ini tahu proses, bukan sekedar tahu hasil.

Mainan yang kami buat adalah stik es krim yang ditempelkan velcro pada setiap ujungnya. Asaboy hanya memainkannya sejenak dan lebih tertarik untuk memainkan luncur bola.

Sia-sia kah usaha saya?

Awalnya saya agak kesal, karena sudah capek mengusahakan materi baru tetapi malah dicuekin sama anak sendiri. Tapi dalam hati saya berpikir kembali. Inilah salah satu alasan kuat saya bahwa Asaboy lebih cocok sekolah di rumah. Kenapa? Karena ia bebas memilih. Jika sekolah di rumah, ia bebas untuk menentukan mau belajar apa pada hari itu.

Jika hal ini terjadi di sekolah formal, maka keengganan Asaboy untuk mempelajari sesuatu pada suatu hari tertentu tidak akan bisa diakomodir dengan baik. Bukan berarti saya memanjakannya, tetapi untuk anak seusianya maka proses pembelajaran tidak bisa dipaksakan. Proses belajar harus dibuat senyaman dan semenyenangkan mungkin.

Maka dengan keyakinan itu, kemarin memilih untuk bersabar dan juga tidak menyalahkannya atas penolakannya terhadap stik es krim tersebut.
Akhirnya kami berdua pun bermain luncur bola sampai puas.
Lucunya, hari ini ia baru terlihat enjoy dengan stik es krim ber-velcro tersebut.
Ia berhasil membuat sebuah bentuk seperti mainan gantungan di atas box bayi. Hasil karyanya masih tergantung di kelambu kamar kami malam ini.

He's cute, so cute.

Maka apa jadinya jika saya memarahinya pada hari itu? Mungkin ia akan selalu trauma dengan mainan stik es krim. Hihi


-Just my two cents-